- Back to Home »
- berita »
- Penentuan Awal Ramadhan Berbeda, MUI: Yang Paling Penting Persatuan
Posted by : yudi
Senin, 08 Juli 2013
Tgl: 08/07/2013 08:02
QKBRN,
Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempersilahkan masyarakat untuk
berpuasa tanpa meributkan perbedaan penentuan awal Ramadhan.
Anggota
Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zaidan Jauhari, mengatakan
penetapan 1 Ramadhan di Indonesia selalu heboh, padahal masalahnya
sangat sederhana yaitu penentuan menggunakan metode hisab atau rukyat.
Padahal kedua metode tersebut sama-sama benar dan diperbolehkan.
“Kita
bertoleransi . Yang mau hisab silahkan dan rukiyat silahkan. Kita tidak
dewasa. Indonesia maunya heboh terus. Silahkan mau genap 30 maka
besoklah puasa. Kalau menunggu pemerintah ya lusalah puasa. Selesai
toh,” kata Zaidan Jauhari, dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Senin
(8/7/2013).
Diprediksi
tahun 2013, awal Ramadhan kembali dilaksanakan secara tidak serempak.
Dalam menetapkan 1 Ramadhan, di Indonesia menggunakan dua metode.
Pertama, dengan metode hisab. Metode hisab adalah perhitungan atau
pemeriksaan dengan menggunakan ilmu astronomi, Perhitungan berdasarkan
pada teori perjalanan bulan dan matahari. Dalam metode ini, posisi hilal
tidak mesti muncul sempurna. Metode ini dipakai oleh Muhammadiyah.
Metode
kedua adalah metode rukyat. Metode yang mayoritas dipakai oleh NU dengan
melihat posisi hilal atau bulan sabit, baik melihat dengan mata kepala
telanjang atau teknologi. Posisi hilal dalam metode ini harus empat
derajat atau hilalnya harus terlihat jelas.
Nah yang
diperdebatkan selama ini adalah kriteria ketinggian hilal. “Bulan sudah
ada. Yang dipermasalhkan tingginya saja. Kriterianya saja berbeda”.
Muhammadiyah dipastikan akan mulai puasa pada Selasa sementara Nahdlatul
Ulama (NU) kendati masih menunggu keputusan dari pemerintah, meyakini
puasa Ramadhan pada Rabu 10 Juli 2013.
Sore
nanti, di kantor Kementerian Agama akan digelar sidang isbat untuk
menentukan awal Ramadhan. MUI mendorong agar pemimpin organsiasi Islam
seperti Muhammadiyah dan NU dapat memberikan penjelasan kepada
masyarakat.
“Persatuan
lebih penting. Kalau sama-sama lapang dada, maka tidak akan heboh.
Pemimpin kita harus memberikan contoh, jangan memanas-manasi,” tegasnya.
(Sgd/AKS)Q