- Back to Home »
- fiqih , Islam »
- FAEDAH MEMPELAJARI IKHTILAF DALAM FIQIH
Posted by : yudi
Jumat, 08 Juni 2012
A. FAIDAH ADANYA IKHTILAF DALAM FIKIH
Fikih, sebagai hasil ijtihad ulama dan
tidak lepas dari sumbernya (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan otomatis akan mengandung
keragaman hasil ijtihad. Namun demikian, nampak jati diri pada ulama mazhab
adanya sikap sportif dan toleran apabila dihadapkan pada fenomena tersebut.
Serta tetqap konsisten terhadap prinsip firman Allah SWT pada surat An-Nisa
ayat 59.
Ikhtilaf yang mengikuti
ketentuan-ketentuan akan mendapatkan manfaat, jika didasarkan pada beberapa hal
berikut ini:
1. Niatnya jujur dan menyadari akan
tanggung jawab bersama. Ini bisa dijadikan dalil dari sekian model dalil.
2. Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah
otak untuk memperluas cakrawala berfikir.
3. Memberikan kesempatan berbicara kepada
lawan bicaraatau pihak lain yang berbeda pendapat dan berrmuamalah dengan
dengan manusia lainnya yang menyangkut kehidupan di sekitar mereka.
Faedah dan manfaat dari ikhtilaf dapat
diperoleh bila dalam ikhtilaf itu berpijak pada ketentuan dan adab yang yang
terkandung di dalamnya. Namun bila
ketentuan dan batasan itu dilanggar, maka sudah pasti akan menimbulkan
perpecahan. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dan kejahatan sehingga dapat
mengganggu kehidupan ummat. Jika begitu keadaannya, maka ikhtilaf akan berubah
menjadi ajang kehancuran.
Perbedaan pendapat dalam menetapkan sebagian
hukum pada masalah furu’ suatu kemestian. Sehubungan dengan ini, DR. Yusuf
Al-Qardhawi yang dikutip dari buku Studi Perbandingan Mazhab kerya Huzaemah
Tahido Yanggo, mengomentari, bahwa orang yang ingin menyatukan kaum muslimin
dalam satu pendapat, tentang ibadat, muamalat, dan cabang agama lainnya,
handaknya ia mengetahui dan menyadari, bahwa sebenarnya mereka menginginkan
suatu yang nihil. Karena perbedaan dalam memahami hukum-hukum syari’atyang
tidak prinsipal itu adalah suatu kemestian (darurat) dan tidak dapat dihindari.
Lebih jauh beliau mengemukakan beberapa faktor adanya kemestian dari hal
tersebut, antara lain:
1. Tabiat Agama
Allah SWT menghendaki
diantara hukum-hukumnya ada yang dijelaskan secara eksplisit dan secara
implisit.diantara yang ditegaskan secara eksplisitpun ada hal-hal yang
berrsifat qath’iyyah (pasti) dan Zhanniyah (tidak pasti) serta sharih (jelas)
dan mu’awwal (kemungkinan adanya interpretasi). Berkenaan dengan hal yang
memungkinkan ijtihad dan istinbath, maka kita dituntut untuk melakukannya.
Sedangkan berkenaan dengan hal-hal yang tidak memungkinkannya, kita dituntut
untuk menerima dan meyakininya (ta’abbudi).
2. Tabiat bahasa
Al-Qur’an
adalah wujud ilahi yang diaplikasikan ke dalam wujud teks-teks bahasa dan
lafal.demikian pula sebagian sunnah dalam memahami teks-teks al-Qur’an dn
Sunnah, harus mengikuti kaidah-kaidah bahasanya. Dalam bahasa al-Qur’an ada
lafal yang multi-makna (msytarak), ‘am (umum, khas (khusus), muqayyad, dan
mubayyan.
3. Tabiat manusia
Allah SWT
menciptakan manusia dalam bentuk yang beragam. Setiap insan berbeda dalam
bentuk wajahnya, tekanan suaranya, sidik jarinya dan sebagainya. Demikian juga
dengan pola pikirnya, kehendaknya, profesinya, sikap, krcenderungan, dan lain
sebagainya.
Sehubungaa dengan masalah di ataws,
IbnuTaimiyah pernah ditanya tentamg seseorang yang mengikuti sebagian ulama
dalam masalah ijtihadiyah. “apakah ia harus diingkari?” jawabnya . Beliau
menjawab, “Segala puji bagi Allah, seseorang yang dalam persoalan ijtihadiyah
yang mengamalkan sebagian pendapat ulama, tidak boleh dihindari ataupun
diingkari, demikian orang yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, maka
bagi orang yang telah nampak mana yang lebih akurat, boleh beraamal sesuai
keyakinannya, tetapi kalau tidak, maka dia boleh beramal sesuai pendapat ulama
yang dapat dipercayadalam menjelaskan pada kondisi lingkungan dan sosial
tertentu.Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa Allah SWT telah menentukan
sifat krelemturan, fleksibilitas, dan keluwesan yang menakjubkan, sehingga membuat
syari’ah Islam daapat dijadikan sebagai rahmat bagi ummatnya. Orang yang
mempelajari syari’at dan fikih, akan merasajkan luasnya ruang kemaafanatau
ruaaaang kosong yang disengajakosong oleh nashg-nash Agamadibiarkan demikian
sebagai ruang kosong bagi para mujtahid untuk diidsi dengan hal-hal yang lebih
baik bagi ummat, sesuai dengan zaman dan kondisinya, dengan selalu mempelajari
tujuan-tujuan (maqashid) syari’at yang umum.
Jumhur ulama, baik dari kalangan salaf
maupun dari kalangan khalaf telah memahami hakikat perbadaan pendapat dan
hikmahmya. Mereka bahkan menuliskan buku-buku tentang hikmah perbedaan pendapat
dalam ber-fikih. [1]
B. FAEDAH MEMPELAJARI IKHTILAF DALAM FIQIH
Menurut Abdul Wahhab Afif, faidah mempelajari ikhtilaf adalah sebagai
berikut:
1. Dengan mempelajari dalil-dalil ulama
dalam menyampaikan suatu masalah fiqhiyah (ijtihadiyah), ia akan mendapatkan
keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar dan meyakinkanakan ajaran agamanya.
2. Akan menjadi kelompok yang benar-benar
menghormati semua imam mazhab, tanpa membedakan satu dengan yang lainnya,
karena pandangan dan dalil yang dikemukakan pada hakikatnya tidak terlepas dari
aturan-aturan ijtihad
3. Dengan memperhatikan landasan berfikir
mereka mengenai dalil/alasan, seorang muqarin dapat mengetahui bahwa dasar-dasar
mereka tidak keluar dari mushaf
al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw dengan perbedaan interpretasi, atau
mereka mengambil Qiyas, maslahah mursalah, istishab, atau prinsip-prinsip umum
dalam nushus syari’at Islam dalam dalam menyelesaikan semua persoalan yang ada
dalam masyaarakat, baik yang bersifat ibadah maupun muamalah.dengan demikian,
muqarin memahami bahwa kehidupan sehari-hari dari penganut mazhab lain itu
bukan diatur oleh hukum diluar Islam, sehingga ia tidak mengkafirkannya.[2]
Sedangkan menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab
dan para ulama fiqih, sangat penting untuk membentu kita agar keluar dari
taklid buta, karena kita akan mengetahui yang mereka gunakan serta jalan
pikiran mereka dalam menetapkan hukum pada suatu masalah. Sehingga dengan
demikian akan terbuka kemungkinan untuk memperdalam studi tentang hal yang
diperselisihkan, meneliti system dan cara yang lebih baik serta tepat dalam
menetapkan hukum, jugs fspst mrngrmbsngksn kemampuan dalam hukum fikih, bahkan
akan terbuka kemungkinan untuk menjadi mujtahid.[3]
Prof.
KH. Abdul wahhab Afif, MA, Pengantar Studi perbandinga Mazhab, Jakarta: Darul Ulum Press, 1995
Prof.
Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Gaung Persada Press, 2011